Selasa,
20 Oktober 2015, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas PGRI Semarang
kembali mengadakan acara ‘nonton bareng’. Tetapi kali ini, bukan menonton film,
melainkan wayang-salah satu kesenian yang berasal dari Jawa-. Pertunjukkan
wayang oleh Wayang Kampung Sebelah.
Jika dilihat, penonton pada nobar
kali ini lebih banyak, dibanding ketika nobar film Soekarno sebelumnya. Karena
telihat dari kursi-kursi bagian bawah terlihat penuh, dan juga bagian tribun pun
terisi, walaupun tidak penuh. Antusias penonton pada nobar kali ini lebih banyak
dibanding nobar film Soekarno sebelumnya. Entah mungkin karena film Soekarno
sebelumnya sudah banyak yang menonton di bioskop atau karena ini pertunjukkan
wayang lebih menarik dibandingkan film.
Wayang Kampung Sebelah kali ini
menceritakan mengenai pemilihan Kepala Desa di Desa Bangunharjo. Tapi sebelum
cerita dimulai, pertunjukkan dibuka dengan beberapa lagu yang dinyanyikan oleh
penyanyi, atau dapat disebut sinden yang merupakan salah satu anggota Wayang Kampung
Sebelah. Setelah sinden selesai menyayikan beberapa lagu, Dalang menempatkan
diri, duduk bersila membelakangi penonton.
Cerita dimulai dengan gembar-gembor
salah satu calon Kepala Desa, dengan penampilannya yang sudah rapi dan
mengenakan jas. Dia menyampaikan segala misinya untuk mengambil hati rakyat
supaya nantinya dapat memilihnya sebagai kepala desa. Lalu mulailah pada saat
penghitungan suara, dan muncul lagi beberapa peran.
Disini dalang sangat pandai mengantur waktu,
dan juga perubahan suara tiap tokoh. Dalang bisa merubah suaranya menjadi lebih
dari 5 suara sesuai dengan karakter si tokoh. Percakapan yang terjadi antar
tokohpun tidak terlalu formal atau serius. Dalang membuatnya ringan dan mudah
dipahami penonton. Bahkan percakapan-percakapan yang terjadi mengundang gelak
tawa para penonton. Entah itu dari nada suara maupun isi dialognya.
Lalu, selesailah penghitungan suara, dan yang
terpilih menjadi Kepala Desa adalah Somad. Cara bicara Somad membuat penonton
gemas, dan juga tertawa disaat yang sama. Somad dapat terpilih menjadi kepala
desa karena pemilu ‘uang’ yang ia lakukan kepada rakyat Bangunharjo. Memang dasar
rakyat Indonesia yang mudah sekali terpengaruh, walaupun hanya dengan selembar
uang. Mereka rela mengorbankan desanya dipimpin oleh orang yang tidak tepat,
orang yang belum berkompeten.
Malam hari setelah terpilihnya Somad sebagai
Kepada Desa, ia mengadakan pesta rakyat, dengan mengundang beberapa penyanyi,
seperti Roma Ramarimari yang sebenarnya adalah Roma Irama, dan banyak lagi. Dan
lagi-lagi nama-nama seperti itu membuat penonton tertawa. Pesta rakyat
berlangsung sangat ramai, hingga larut.
Setelah beberapa waktu masa kepemimpinan
Somad, ada rakyat merasa kurang setuju, dan meminta agar Somad turun dari
jabatannya sebagai Kepala Desa. Rakyat melihat kinerja Somad yang sama sekali
tidak baik, dan akhirnya menuntut agar Somad berhenti menjadi kepala desa.
Warga desa Bangunharjo butuh pemimpin yang benar-benar bisa memimpin.
Hidup memang lah membutuhkan uang, tak ada
orang yang bisa hidup layak apabila tanpa uang. Tidak ingin munafik, tetapi
memang begitulah, uang adalah salah satu yang utama dalam hidup. Tetapi, kita
harus bisa menyaring, dimana dan kapan kita bisa menempatkan uang itu. Tidak
selamanya uang itu selalu kita jadikan patokan. Tak selamanya pula sesuatu yang
berjalan dengan uang, akhirnya akan baik. Seperti dalam cerita ini.