Minggu, 23 April 2017

Monolog

AKU

Lihat!
Sebelah kananku, yang berdiri di atas trotoar itu
Ya, Lelaki tua
Dan setumpuk koran di tangannya
Mata menyipit, dahi berkerut, peluh menetes
Membuat hati ini tak kuasa melihat ke arahnya
“Koran Mba”, tolakku dengan senyum dan gelengan kepala
Tak tega, sungguh!

Lagi, di kiri jalan sana
Wanita seusia nenekku
Berjalan di bawah kejamnya matahari siang
Menggendong keranjang, yang tak ku ketahui isinya
Ku lewati begitu saja
Sedih, mataku mulai mendung.

Janjiku, untuk yang terakhir kalinya
Lihat di sebrang sana, halte bus itu
Anak laki-laki tak beralas sedang berteduh
Hampir saja aku menarik rem motorku tepat di depan halte itu
Namun aku teringat pesan Ibu
Kutarik lagi pelan gas motorku melewatinya
Dengan sesal di hati.

Sungguh, dari hati terdalam
Di mana semua perasaan tersimpan
Ingin ku sapa dan ku hampiri setiap lekaki dan wanita sepuh yang kutemui di jalan
Setiap anak kecil yang memandang kepada jalan dengan tatapan rapuh
Ingin ku lemparkan senyumku pada mereka
Ingin aku berkata “iya”
Pada setiap dagangan yang mereka tawarkan
Ingin ku bantu mereka menyebrang jalan
Seperti polisi yang mengawal mobil presiden
Ingin ku berbincang ringan
Menawarkan jasa yang bisa kuberikan
Tapi
Helaan nafasku terasa berat
Aku mengakui,
Aku memiliki hati yang mudah sekali tersentuh akan hal-hal yang menyentuh
Tak tega dan tak sanggup melihat kesusahan mereka
Aku tak suka melihat mereka sendiri dan termenung
Benci ketika tak ada yang bisa kubagi pada mereka
Terkadang air matapun dengan mudahnya menetes
Padahal tak pernah ku izinkan mereka keluar



Acara televisi yang menampilkan kehidupan susah sebuah keluarga
Anak kecil dipaksa nasib untuk berjualan, padahal itu waktu bermain gundu dengan kawan-kawannya
Lelaki dan wanita sepuh yang harus bertani di usia yang seharusnya mereka bermain dengan cucu-cucunya
Sesak hatiku melihatnya
Sungguhku tanpa dusta
Sering kupertanyakan di mana keluarga mereka
Rasanya, rasa iba ku lebih besar daripada rasa sayang keluarga mereka
Maaf jika aku salah, tapi itu yang mereka tunjukkan padaku

Aku senang sekali berkhayal
Allah Yang Maha Kuasa, mengganjar ku dengan rezeki yang banyak
Akan ku bagikan pada mereka
Ku hantarkan pada mereka makanan disertai senyumku
Ku berikan apa yang mereka butuhkan
Cita-cita besar yang selalu kusampaikan pada Ibu
Panti Sosial untuk mereka
Melalui doa
Ku harap Allah menyetujuinya

Bapak dan Ibuku sepakat
Anak perempuannya ini terlalu mudah tersentuh
Tak sanggup melihat adegan yang mengharukan
Bahkan hanya akting para pelakon di televisi
Mampu membuatku menangis
Hebat bukan mereka?
Pernah sampai tersedu-sedu
Lalu Bapak Ibuku tertawa

Aku menyesal ketika menipu adikku
Hanya karna agar-agar di lemari es
Tak tega melihat Ibu sakit gigi
Sedih melihat Bapak basah kuyup karna hujan deras
Mataku berkaca-kaca melihat Mbah tidur di sampingku

Bersyukur memiliki hati seperti ini
Aku belajar
Belajar ikut merasakan setiap kesakitan orang lain
Belajar menghargai orang lain
Belajar bersyukur

Semarang, 29 Maret 2017, 21:35..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar